Selasa, 16 April 2013

UPAYA HUKUM

1. Pengertian Upaya hukum, terdiri dari dua kata yaitu "upaya" dan "hukum", jika diterjemahkan secara harfiah, maka upaya hukum adalah usaha yang dilakukan berdasarkan hukum. Pengertian ini jika diperjelas lagi memiliki makna, upaya hukum adalah upaya yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap putusan pengadilan melalui jalur hukum sebagaimana ditentukan caranya oleh undang-undang. KUHAP mengatur upaya hukum di dalam Bab XVII, dimana di dalam bab tersebut disebutkan ada dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. 2. Upaya hukum biasa a. Banding banding artinya proses menentang keputusan hukum secara resmi. Pemeriksaan banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan, supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Jadi secara yuridis formal,undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama di peradilan tingkat banding. Upaya banding yang secara formal dibenarkan undang-undang merupakan upaya hukum biasa, bukan upaya hukum luar biasa. Prosedur dan proses pemeriksaan tingkat banding adalah pemeriksaan yang secara umum dan konvensional dapat diajukan terhadap setiap putusan peradilan tingkat pertama tanpa kecuali, sepanjang hal itu diajukan terhadap putusan yang dapat dibanding seperti yang ditentukan Pasal 67 jo. Pasal 233 ayat(1) KUHAP. Pasal 67 jo. Pasal 233 ayat(1) KUHAP, merupakan penjabaran Pasal 19 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 yang menegaskan terhadap semua putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Kemudian diperluas dengan Pasal 67 KUHAP bahwa putusan yang tak dapat diminta banding bukan hanya putusan bebas(vrijspraak) tapi juga putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum(onslag van rechts vervolging). Namun pada kedua undang-undang itu jelas tampak, upaya hukum banding merupakan upaya hukum biasa yang dapat dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan terhadap semua putusan Pengadilan Negeri sebagai instansi peradilan yang memutus pada tingkat pertama. Disinilah letak pengertian upaya hukum biasa, yakni “terhadap semua putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding”, sehingga permintaan dan pemeriksaan tingkat banding merupakan hal yang umum dan biasa. Dapat diajukan dan dilakukan terhadap semua putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap”putusan bebas” atau “lepas dari segala tuntutan hukum” serta “putusan acara cepat”. Pada prinsipnya semua putusan akhir(final judgement) Pengadilan Negeri dapat diajukan permintaan banding. Akan tetapi ada pengecualian yang ditegaskan dalam Pasal 67 KUHAP, tidak semua putusan akhir pengadilan tinggi tingkat pertama dapat diminta banding. Adapun putusan akhir pengadilan tingkat pertama yang dapat diajukan pemeriksaan pada tingkat banding: a. Putusan pemidanaan dalam acara biasa Terhadap setiap putusan pemidanaan dalam acara biasa sekalipun sifat putusan pemidanaan itu berupa “percobaan” atau “pidana bersyarat” seperti yang diatur dalam Pasal 14a KUHP, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan banding. b. Putusan pemidanaan dalam acara singkat Hal ini serupa dengan putusan pemidanaan dalam acara biasa, terhadap setiap putusan pemidanaan dalam acara singkat, sekalipun pidana bersyarat, dapat dimintakan banding baik oleh terdakwa atau penuntut umum. c. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima dalam acar biasa dan singkat. Seperti yang sudah diterangkan, dakwaan diajukan terhadap orang yang bukan pelaku tindak pidana atau jika dakwaan diajukan setelah lampau waktu dan sebagainya maka dalam hal seperti ini putusan pengadilan menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Terhadap putusan seperti ini penuntut umum dapat mengajukan permintaan banding. Cuma harus diingat, pernyataan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima yang dapat diminta banding, jika pernyataan tersebut dituangkan dalam bentuk putusan akhir. Jika pernyataan pengadilan dituangkan dalam bentuk penetapan, tidak dapat dimintakan banding. d. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum Terhadap setiap putusan yang dakwaan batal demi hukum baik dalam acara biasa maupun acara singkat, penuntut umum dapat mengajukan permintaan banding. Misalnya putusan pengadilan menyatakan dakwaan batal demi hukum karena dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 hurup b KUHAP, terhadap putusan ini dapat dimintakan banding. e. Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat Sesuai dengan ketentuan Pasal 205 ayat(3) dan Pasal 214 ayat(8), terdakwa dapat mengajukan permintaan banding jika terhadapnya dijatuhkan putusan pidana perampasan kemerdekaan. f. Putusan praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Setelah mengutarakan putusan yang dapat dibanding, maka ada putusan yang tidak dapat dibanding, berpedom pada pasal 67. Memang, baik terhadap putusan yang dapat dimintakan banding maupun yang tidak, pedoman umumnya adalah Pasal 67. Akan tetapi khusus dalam pembicaraan mengenai putusan yang tidak dapat diminta banding, maka akan menengok Pasal 67 lebih mendalam. Adapun putusan yang tidak dapat diminta banding: a. Putusan bebas atau Vrijspraak(acquitted) Dalam Pasal 191 ayat(1), apabila kesalahan terdakwa sesuai dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Terhadap putusan bebas yang demikian tidak dapat diajukan permintaan banding. b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau putusan Onslag van Rechts Vervolging Mengenai bentuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum, diatur dalam Pasal 191 ayat(2), yakni apabila pengadilan berpendapat apa yang didakwakan terhadap terdakwa memang terbukti, akan tetapi perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana c. Putusan acara cepat Terhadap putusan acara cepat, baik perkara yang diperiksa dengan acara tindak pidana ringan maupun acara pelanggaran lalu lintas jalan, tidak dapat diminta banding, kecuali apabila putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan. Permohonan banding dapat ditolak. Panitera dilarang menerima dan sekaligus harus menolak permintaan banding yang tidak memenuhi syarat undang-undang adalah: 1) Diajukan terhadap putusan yang tidak dapat dibanding Diajukan terhadap putusan yang tidak dapat diminta banding, merupakan permintaan yang tidak sah dan tidak memenuhi persyaratan undang-undang. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diperkenankan undang-undang untuk dimintakan banding yakni putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan acara cepat. 2) Permintaan bandingdiajukan setelah tenggang waktu yang ditentukan berakhir. Berdasarkan ketentuan Pasal 233 ayat(2), tenggang waktu mengajukan permintaan banding: a. dalam waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan b. dalam waktu 7 hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir pada saat vputusan dijatuhkan. Tata cara penolakan permintaan banding dilakukan panitera sebagai berikut: 1) Panitera membuat akta penolakan permohonan banding. Penolakan harus dituangkan panitera dalam bentuk surat akta penolakan permohonan banding, tidak cukup dilakukan dengan lisan 2) Akta penolakan ditandatangani oleh panitera dan pemohon 3) Serta diketahui dan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri 4) Berkas perkara tidak dikirim ke Pengadilan Tinggi Dengan tata cara penolakan yang demikian ada buktinya dan sekaligus memberi kepastian hukum tentang penolakan serta merupakan upaya pembinaan tata administratif peradilan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Penerimaan permohonan banding dialukan atas alasan permintaan memenuhi persyaratan undang-undang. Permohonan banding yang memenuhi syarat dalam ketentuan Pasal 233 ayat(2) sebagai berikut: 1. Permohonan diajukan atau disampaikan kepada panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut. Sekalipun permintaan banding diajuka ke Pengadilan Tinggi, namun permohonan dilakukan oleh pemohon melalui panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara, tidak dapat langsung diajukan ke Pengadilan Tinggi. 2. Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang dapat diminta banding. 3. Permintaan diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan. Yang berhak mengajukan permohonan banding yaitu: a. terdakwa, atau b. orang yang khusus dikuasakan terdakwa, atau c. penuntut umum, atau d. terdakwa dengan penuntut umum sekaligus sama-sama mengajukan banding. Arti memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Didalam memori banding itulah pemohon mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penerapan atau penafsiran hukum yang terdapat dalam putusan. Demikian juga memori banding, mencoba memperlihatkan kekeliruan penilaian keadaan dan pembuktian yang menjadi dasar putusan yang dijatuhkan. Malahan dalam memori banding dapat dikemukakan hal baru atau fakta baru dan sekaligus memohon agar diadakan lagi pemeriksaan tambahan untuk memeriksa bukti atau fakta baru yang dikemukakan. Sebaliknya atas memori banding yang diajukan pemohon banding, pihak yang lain dapat mengajukan kontra memori banding. Tujuan kontra memori banding berupa risalah yang memuat bantahan-bantahan terhadap isi memori banding,serta menekankan kembali kebenaran dan ketepatan putusan yang dijatuhkan. Disamping memori dan kontra memori banding, masih dapat lagi memori dan kontra memori itu disempurnakan dan disusul dengan tambahan memori atau tambahan kontra memori. b. Kasasi Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan. Pemeriksaan perkara pidana oleh Mahkamah Agung pada peradilan kasasi, mempergunakan ketentuan yang diatur dalam KUHAP sebagai hukum acara, seperti yang diatur dalam Bagian Kedua Bab XVII, mulai dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258. Selanjutnya, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 258, hukum acara kasasi yang diatur dalam KUHAP, bukan hanya berlaku sebagai hukum acara kasasi bagi lingkungan peradilan umum saja, tetapi berlaku juga bagi acara permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dalam Pasal 10 ayat(3) UU No. 14 Tahun 1970 telah menegaskan Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir( kasasi) bagi semua lingkungan peradilan. Atau dengan kata lain, Mahkamah Agung adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan. Dalam ketentuan Pasal 244 KUHAP menegaskan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Jadi, terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum. Tanpa kecuali dan tanpa didasarkan pada syarat serta keadaan tertentu, terhadap semua putusan perkara pidana yang diambil oleh pengadilan pada tingkat terakhir, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi oleh terdakwa oleh penuntut umum. Ini berarti, terdakwa dan atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasai kepada Mahkamah Agung terhadap semua putusan pidana yang diambil oleh pengadilan tingkat terakhir. Upaya kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Tergantung kepada mereka untuk mempergunakan hak terrsebut. Seandainya mereka dapat menerima putusan yang dijatuhkan, dapat mengesampingkan hak itu, tetapi apabila keberatan atas putusan yang diambil, dapat mempergunakan hak untuk mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Berbarengan dengan hak mengajukan permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa atau penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan kewajiban bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi, tidak ada alasan untuk menolak. Apakah permohonan itu diterima atau ditolak, bukan wewenang Pengadilan Negeri untuk menilai, sepenuhnya menjadi wewenang Mahkamah Agung. Bahkan sekalipun permohonan kasasi diajukan telah melampaui tenggang waktu 14 hari seperti yang diatur dalam Pasal 245(1), Pengadilan Negeri tetap wajib menerima permohonan. Demikian juga seandainya permohonan kasasi tidak dibarengi dengan memori kasasi maupun terlambat menyampaikan memori kasasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 248, Pengadilan Negeri tetap menerima dan menyampaikan permohonan dan berkas perkara kasasi sebab yang berwenang sepenuhnya untuk menilai sah tidaknya permohonan kasasi hanya Mahkamah Agung. Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. Disampng tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, sering Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut ”hukum kasus” atau case law, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. Apabila putusan kasai baik yang berupa koreksi atas kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan hukuim baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan dalam mengambil keputusan maka putusan Mahkamah Agung akan menjadi yurisprudensi tetap. Tujuan lain daripada pemeriksaan kasasi, bermaksud mewujudkan kesadaran keseragaman penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukm, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindarkan kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya. Putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi dalam Pasal 244 KUHAP yaitu a. semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan b. kecuali terhadap putusan 1. Mahkamah Agung sendiri 2. putusan bebas Pasal 245 ayat(1) menegaskan permohonan kasasidisampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi diatur dalam Pasal 245 ayat(1) KUHAP yang menegaskan: 1) permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera Pengadilan Negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama 2) permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang hendak dikasasi diberitahukan kepada terdakwa. Terlambat dari batas waktu 14 hari, mengakibatkan hak untuk mengajukan permohonan kasasi menjadi gugur. Apabila permohonan kasasi diajukan terlambat dari tenggang waktu 14 hari, dengan sendirinya menurut hukum: 1. haknya untuk mengajukan kasasi gugur 2. terdakwa dianggap menerima putusan 3. untuk itu panitera membuat akta penerimaan putusan Dalam hal akta penerimaan putusan petunjuk pelaksanaannya: i. akta penerimaan putusan ditandatangani oleh panitera ii. diketahui dan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri iii. kemudian akta penerimaan putusan dilekatkan pada berkas perkara Alasan kasasi yang diperkenankan atau yang dapat dibenarkan Pasal 253 ayat(1) terdiri dari: a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya Ada alasan kasasi yang tidak dibenarkan undang-undang yaitu: 1. keberatan kasasi Putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri 2. keberatan atas penilaian pembuktian 3. alasan kasasi yang bersifat pengulangan fakta 4. alasan yang tidak menyangkut persoalan perkara 5. berat ringannya hukuman atau besar kecilnya jumlah denda 6. keberatan kasasi atas pengembalian barang bukti 7. keberatan kasasi mengenai novum Dalam Pasal 254 KUHAP, bentuk putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi hanya terdiri dari: a. menolak permohonan kasasi, atau b. mengabulkan permohonan kasasi 3. upaya hukum luar biasa a. Pemeriksan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Pasal 259 KUHAP) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung dapat diajukan 1 (satu) kali permohonan oleh Jaksa Agung dan putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (Pasal 263 KUHAP) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permintaan peninjauan kembali diajukan bersamaan dengan memori peninjauan kembali dan berdasarkan alasan dari pemohon tersebut Mahkamah Agung mengadili hanya dengan alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagai berikut: 1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; 2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; 3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata; selanjutnya, atas dasar alasan yang sama sebagaimana disebutkan dalam poin 1, 2 dan 3 di atas (Pasal 263 Ayat [2] KUHAP) maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu secara jelas memperlihatkan bahwa dakwaan telah terbukti akan tetapi pemidanaan tidak dijatuhkan. Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 Ayat (2) KUHAP, maka Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya. Pernyataan tidak dapat diterima tersebut tidak terkait dengan substansi/materiil pemeriksaan peninjauan kembali namun lebih kepada alasan formil yang tidak terpenuhi sehingga terhadapnya dapat diajukan kembali. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi persyaratan dan alasan peninjauan kembali telah sesuai dengan ketentuan KUHAP maka Mahkamah Agung akan memeriksa permohonan itu dan membuat putusan sebagai berikut: 1) Apabila alasan pemohon tidak benar atau tidak terbukti, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dengan dasar pertimbangnnya; 2) Apabila alasan pemohon benar atau terbukti, maka Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang alternatifnya sebagai berikut: a) putusan bebas; b) putusan lepas dari segala tuntutan; c) putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum; d) putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dalam hal Mahakamah Agung menjatuhkan pidana terhadap permintaan peninjauan kembali itu maka dengan alasan apapun pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar