Jumat, 10 Januari 2020

PENGARUH SHALAT TERHADAP PEMBENTUKAN KESALEHAN SOSIAL

I. LATAR BELAKANG Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Di kancah Internasional umat Islam Indonesia merupakan pemeluk agama terbesar di dunia. Sebagai agama yang banyak dianut, Islam tentu tidak bisa diabaikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Secara langsung atau tidak langsung pemahaman keislaman penganutnya akan mempengaruhi kehidupan sosial. Karena upaya penggiringan opini agama, dalam hal ini Islam tidak hanya mengurusi masalah hukum halal dan haram akan tetapi juga mengurusi masalah privat/kehidupan individu (Uhbiyati; 1999: 15). Dengan demikian, guna memperoleh gambaran riil tentang pola berfikir dan pengamalan pendidikan agama Islam secara khusus diperlukan penguasaan secara teoritis yang mengandung konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan Islam dan konsep dalam masyarakat. Peranan pendidikan Islam dalam masyarakat merupakan salah satu bentuk manifestasi dalam menanamkan nilai-nilai Islam yang sangat strategis, guna melestarikan nilai kultural relegius yang dapat berfungsi serta berkembang dalam kehidupan bermasyarakat dari waktu ke waktu sebagaimana telah di cita-citakan oleh syariat Islam (Anwar; 2007: 145). Dalam masyarakat yang dinamis agama Islam memegang peran yang sangat penting untuk menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat madani pada masa yang akan datang. Pemerataan pendidikan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah. Selaras dengan perkembangan zaman, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal semakin banyak tantangan, salah satu tantangan berat sekolah adalah pengamalan ilmu agama yang diperoleh demi menjaga marwah dan mutu pendidikan yang sesungguhnya. Karena persoalan rendahnya mutu pendidikan khususnya pendidikan agama Islam bukan masalah yang sederhana tetapi memerlukan penanganan yang multidimensi, khususnya pengamalan ilmu agama; seperti ibadah sholat dan puasa secara konsisten (Susilo; 2008: 3). Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia khususnya banyak ditemukan ragam nilai-nilai kesalehan yang ada di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang tercipta dari keberagaman budaya dan nilai-nilai adat didalamnya. Untuk melihat dimensi ketakwaan seseorang khususnya yang kaitannya dengan kesalehan sosial, lima ciri penting manusia yang shaleh secara sosial adalah pertama; memiliki semangat spritualitas yang diwujudkan dalam keyakinan kepada sesuatu yang gaib. Kedua; terkait pada norma, hukum, dan etika seperti tercermin dalam ajaran sholat. Ketiga; memiliki kepedulian sosial yang salah satu perwujudannya ditandai dengan kesanggupan berbagi kepada yang lemah. Keempat; memiliki sikap toleran sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan, ajaran tersebut mengisyaratkan memiliki sifat pluralitas artinya baik secara sosial dan lain sebagainya, kelima: menyakini hari akhir artinya seseorang yang berorentasi pada masa depan sehingga akan mementingkan kerja keras untuk hari esok yang lebih baik (Bisri; 1996: 80). Ibadah shalat merupakan inti sari dari ajaran Islam yang mempunyai arti penyerahan diri secara totalitas kepada Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan sikap dan perbuatan yang baik dimasyarakat. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap serta perilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdi kepada Allah. Bila keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk amal keseharian akan menjadi maslahah dalam kehidupan sosial. (Geasta; 2015: 15). Kesalehan sosial, disebut juga dengan istilah muttaqi yaitu kesalehan seorang hamba yang bertaqwa yang beramal saleh, baik saleh secara ritual individual maupun saleh secara sosial, maka dari hilangnya nilai kesalehan sosial, tingkat kualitas pengamalan ibadah shalat seseorang diukur dengan perilaku yang muncul dalam sosial masyarakat (Bisri; 1996:70). Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengangkat judul tentang “Pengaruh Shalat Terhadap Pembentukan Kesalehan Sosial” II.RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah shalat berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pembentukan kesalehan sosial masyarakat. III. PEMBAHASAN a. Shalat Shalat menurut bahasa berarti do’a, sedangkan menurut terminologi syara’ adalah sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir diakhiri dengan salam. Selain itu, disebut dengan istilah shalat karena dalam pelaksanaan shalat mengandung unsur hubungan antara seorang hamba dengan sang pencipta dan shalat juga merupakan sebuah manifestasi penghambaan diri kepada Allah (Azis; 2010; 145). Selain itu, shalat juga menjadi sarana bermunajat dan memohon pertolongan kepada Allah Swt dalam menghadapi masalah yang dihadapi manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqaroh; 2: 153. yang Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Q.S al Baqaroh; 2: 153). Shalat terbagi menjadi dua macam yaitu shalat fardu dan shalat sunah, sesuai firman Allah SWT dalam surat al Nisa; 3: 103.yang Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (Q.S an Nisa; 3: 103). Shalat memiliki manfaat untuk kesehatan ketenangan jiwa, meneguhkan jiwa, mensucikan hati dan melapangkan dada. Shalat juga menjadi sarana penghubung antara hamba dan Khaliq (Jamal; 2008: 61). Shalat juga merupakan salah satu bentuk pengabdian seseorang kepada Allah yang harus dikerjakan oleh siapapun, orang yang mengerjakan ibadah shalat dengan ikhlas dan khusyu’ dan tidak ada paksaan serta mengharap ridha kepada Allah (Manat; 1993: 31). Tujuan shalat dalam agama menempati kedudukan yang tinggi yakni shalat merupakan tiang agama dimana ia tidak akan tegak kecuali dengan shalat. Sebagaimana firman Allah dalam al qur’an dalam surat al Ankabut; 29: 45. yang Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Ankabut; 29: 45) b.Indikator Shalat Disiplin melaksanakan shalat merupakan tata tertib yang dapat mengatur tata kehidupan dalam kehidupan individu maupun klompok. Disiplin dapat timbul dalam jiwa, karena ada dorongan untuk menaati tata tertib tersebut. Dengan demikian, dapat dipahami. Disiplin dalam pelaksanaan shalat adalah ketepatan dalam melaksanakan sholat berdasarkan syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam agama (Wahbah Zuhaili; 2010: 545). Ketepatan dalam melaksanakan syarat dan rukun yaitu dengan segenap bacaan dan gerakan serta hal-hal yang terkait jalan menuju kehadirat Allah. Hal ini akan terwujud bila sholat itu dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukun sehingga shalat dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah (Hamida; 208: 18). Konsisten dalam melaksanakan shalat sangatlah penting karena seseorang yang mampu konsisten dalam melaksanakan shalat secara disiplin tampa diawasi oleh orang lain pada hakikatnya ia mampu dipercaya / memiliki integritas dalam melaksanakan ibadah. Seseorang yang konsisten dalam beriman kepada Allah akan mendapatkan kenikmatan yang maksimal dalam beribadah karena dengan konsisten melaksanakan shalat akan dalam diri sikap disiplin (Ginanjar; 2001: 208). Lima aspek alat ukur kesalehan sosial yaitu (1). Solidaritas sosial; kesedian untuk memberi dan peduli kepada orang lain tampa mengharap ibalan (2). Bekerja sama; melakukan pekerjaan secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama (3). Toleransi; mampu menghargai perbedaan nilai kehidupan dan tidak memaksakan kehendak (4). Adil atau seimbang; mampu bertindak proporsional (5). Menjaga ketertiban umum; sesuatu yang berhubungan dengan orang lain tampa mengganggu, merugikan orang lain dan melanggar kesejahtraan orang lain (Mahfud; 1994: 185). c. Kesalehan Sosial Secara etimologis istilah kesalehan sosial berasal dari kata kesalehan dan sosial. Kata kesalehan berasal dari bahasa arab yaitu shalahu yang berarti membuat kebaikan. Dengan kata lain, shaleh diartikan sebagai kesungguhan hati dalam menunaikan agama. Adapun kata sosial berasal dari bahasa latin socius yang berarti kawan atau teman. Sosial dapat diartikan sebagai pertemanan yang dalam sekala besar dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 2003: 856). Kesalehan sosial adalah keharmonisan dalam hidup bersama kelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, dukuh, desa dan kota sampai yang paling luas sekalipun. Salah satu keistimewaan Islam dibandingkan dengan agama lain adalah bahwa Islam merupakan agama sosial. Islam tidak sekedar menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban individu akan tetapi Islam juga mengajarkan kepada kita untuk memiliki kesalehan sosial baik kepada sesama manusia maupun mahluk hidup yang lain (Sobary; 2007: 80). Abdur Rahaman Wahid menyatakan bahwa kesalehan sosial adalah suatu bentuk ketaatan yang tak cuma ditandai dengan ruku’ dan sujud semata, melainkan juga praktik hidup keseharian kita dan bagaimana kita berusaha dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Secara umum ibadah dibagi menjadi dua macam yaitu hubungan kepada Allah (hablum min Allah) dan hubungan kepada sesama manusia (hablum minan nas) atau dengan istilah lain yaitu kesalehan ritualistik dan kesalehan sosial (Haris; 2014: 55). Kesalehan merupakan pondasi dasar yang harus dicapai oleh setiap individu dan masyarakat, dalam kehidupan bermasyarakat kita harus memiliki banyak amal ibadah yang baik, untuk mencapai tingkat kesalehan sosial, sebab kesalehan sosial merupakan cermin diri manusia yang baik. Tidak semua orang yang rajin beribadah mampu membangun hubungan yang baik terhadap semua manusia lain. Bahkan sering terjadi orang-orang yang tekun beribadah masih belum bisa meninggalkan perilaku tercela yang dilarang oleh agama, termasuk berbohong, berbuat curang, menipu, menghasud, melanggar hak-hak orang lain dan memakan harta lain secara zalim, ini telah menjadi keprihatinan umum ketika seseorang membandingkan antara prilaku keagamaan dan perilaku sosial sebagian warga masyarakat kita. Seolah-olah kedua hal tersebut merupakan entitas yang berbeda dan oleh karenanya harus dipisahkan (Sobary; 2007: 133). Kesalehan sosial juga mencakup kesalehan profesional yaitu perilaku yang menunjukkan sejauh mana perintah agama dilaksanakan dalam aktifitas profesi masing-masing. Selaku guru, dosen, dokter dll, artinya ritual keagamaan yang kita lakukan haruslah punya pengaruh positif dalam sikap, prilaku dan kinerja yang kita lakukan. Saling menghargai, menjalin kerjasama yang baik, memiliki etos kerja, semangat kerja, disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Jadi kesalehan sosial dapat didefinisikan seseorang yang memiliki perilaku yang peduli terhadap nilai-nilai Islam dan memiliki kepekaan terhadap sosial masyarakat (Langgulung; 1992: 50). Bentuk kesalehan sosial dibagi menjadi tiga bentuk yaitu (1). Kesalehan sosial dalam aktifitas politik; bersikap terbuka, toleran, lapang dada, bermusyawarah, pemaaf, kesetiakawanan sosial, kepedulian, tolong menolong, (2) kesalehan sosial dalam ilmu dan budaya; orang yang shalih harus menjadikan ilmu sebagai budaya kerja dan memiliki kecakapan diri / life skill, orang yang saleh harus memiliki rasa seni (sense of art) untuk menghidupkan sastra sebagai sarana dakwah, (3) kesalehan sosial dalam pembangunan harmonisasi sosial; hormat kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, menjunjung tinggi rasa persaudaraan, memelihara ekosistim alam, melatih dan mengajarkan tentang ilmu kepada orang lain, menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya, menengok orang sakit (Haidar., 2003: 123). DAFTAR PUSTAKA Abdul Azis Muhammad Azam (dkk). Fikih Ibadah, Thaharoh, SHALAT, Zakat, Puasa dan Haji. Jakarta: Amzah. 2010. Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009 Ali Yusuf Anwar. Implementasi Kesalehan Sosial dalam Perspektif Sosiologi dan al Qur’an. Bandung: Humaniora Utama Press. 2007. Amir Syarifudin. Garis-Garis Besar Fiqih Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana. 2003. Bayuadhy Geasta. Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, Melestarikan Berbagai tradisi Jawa Penuh Makna. Yogyakarta: Dipta. 2015. Ilyas Abu Haidar. Etika Islam dalam Individual dan Sosial. artikel Dosen. Jakarta: Al Huda. 2003. Jamal Muhammad Elzaky. Buku Induk Mu’jizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Zaman. 2010. Langgulung, Hasan. Teori-Teori Kesalehan Mental. Jakarta: Pustaka Al Husna. 1992. Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, Cet, III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008. Muhammad Sobary. Kesalehan Sosial. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. 2007. Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 1999. Riadi Haris. Kesalehan Sosial Sebagai Parameter Kesalehan KeberIslaman, Jurnal Pemikiran Islam Vol. 39. Januari-Juni 2014. Suryadi dan R. Nasrullah. Rahasia Ibadah Orang Sakit, Bandung: Madania Prima. 2008. Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D, Bandung: Alfabeta, 2011 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bhasa Indonesia. Jakarta: Balai Putaka. 2017. Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, Cet. ke-2 Bandung: Mizan. 2002.