Minggu, 10 Juni 2012

PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN PEMERKOSAAN

I. Pendahuluan Berdasarkan pengmatan nampak bahwa kemajuan masyarakat yang semakin modern membawa masyarakat menuju ke era moderenisasi dan globalisasi. Perkembangan suatu masyarakat disertai ketidakpastian di bidang hukum, moral, norma dan etika kehidupan. Sehingga dengan perkembangan suatu masyarakat tidak disertai dengan keimanan yang kuat, maka akan terjadi degredasi (penurunan) moralitas yang dapat memunculkan adanya gejala atau penyakit psikososial yang salah satu wujudnya adalah pemerkosaan. Korban pemerkosaan merupakan salah satu korban kejahatan yang juga memerlukan perlindungan hukum. dalam proses peradilan pidana, keberadaan korban pemerkosaan tetap menghawatirkan. Keterwakilan jaksa tidak menjadikan peristiwa yang dialami menjadi terganti. Dihukumnya pelaku perkosaan tidak menghilangkan rasa traumatis yang diderita oleh korban. Para korban kekerasan seksual (perkosaan) tidak hanya menderita akibat tarauma fisik melainkan korban merasa malu terhadap lingkungan sekitar namun terutama sekali akan menderita akan menderita setress mental yang amat berat yang bisa dirasakan seumur hidup. Kondisi buruk yang membuat korban tidak berdaya ini berdampak buruk lebih lanjut pada persoalan pengakan, pencegahan hukumnya. Selain itu seorang korban pemerkosaan mengalami beban berat secara psikologis pada saat diperkosa oleh pelaku pemerkosaan dan saat petugas kepolisian memeriksanya. Dalam sebuah pemeriksaan korban akan terasa ditelanjangi dengan pertnyaan-pertanyaan kepolisian. Upaya dari seorang korban untuk melupakan kejadian yang menimpnya akan gagal karena polisi akan berusaha membangkitkan kembali kenangan buruk yang menimpnya, sehingga bukan penyelesaian yang didapat korban melainkan terkadang korban dari sebuah pemeriksaan korban sangat mungkin untuk dipermasalahkan. II. Perumusan masalah 1. Apa Pengertian korban pemerkosaan 2. Macam- macam jenis pemerkosaan 3. Faktor –faktor penyebab terjadinya perkosaan 4. Bagaimana Ganti kerugian korban pemerkosaan III. Pembahasan A. Pengertian pemerkosaan Perkosaan sering digunakan untuk suatu tindakan atau perbuatan tertentu yang modusnya merugikan orang lain dan melanggar hak asasi manusia . Menurut Eko Prasesetyo (1997) perkosaan merupakan istilah lazim yang digunakan pada bentuk pemaksaan dalam hubungan seks. Namun jika ditelusuri, pemerkosaan memiliki makna yang tidak harus dipahami secara sempit, sebagai istilah khusus dalam hubungan seks, tetapi menggambarkan bentuk budaya perampasan hak yang berlangsung dalam kehidupan manusia. Pemerkosaan menurut bahasa Indonesia dapat diartikan dengan paksa, kekerasan, sedangkan memperkosa artinya menundukan dengan kekerasan, menggahi, melanggar dengan kekerasan, tindakan ini melanggar hukum yang berlaku. Pemerkosaan diatur dalam KUHP pasal 285 yang berbunyi “ barabg siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan diancam karenanya melakukan perkosaan dengan pidan penjara paling lam 12 tahun “ B. Macam macam jenis pemerkosaan Menurut Steven Box macam-macam pemerkosaan ada lima : 1. Sadistic Rape yaitu pemerkosaan yang dilakukan secara sadis, si pelaku mendapatkan kepuasan seksual bukan karena bersetubuh tetapi kekerasan terhadap tubuh si korban. 2. Ager Rape, yaitu: yaitu ungkapan pemerkosaan yang karena kemarahan dilakukan sifat brutal secara fisik. Seks menjadi senjatanya dan dalam hal ini tidak peroleh kenikmatan seksualnya yang dituju untuk mempermalukan si korban. 3. Domination Rape yaitu pemerkosaan yang dilakukan oleh mereka yang ingin menunjukkan kekuasaanya, misalnya majikan yang memperkosa bawahannya dan tidak ada unsure menyakitinya . keinginannya yaitu bagaiman memilkinya secara seksual. 4. Seduction – turned- into rape yaitu pemerkosaan yang ditandai dengan adanya relasi antar pelaku dengan korban . jarang digunakan kekerasan fisik dan tidak ada maksud untuk mempermalukannya. Yang dituju adalah kepuasan si pelaku dan sikorban menyesali dirinya kerena sikap yang kurang tegas. 5. Exploitation rape yaitu jenis pemerkosaan dimana si wanita sangat tergantung dari pelaku, baik dari social maupun ekonomi. Sering kali terjadi dimana si istri dipaksa oleh suaminya. Kalaupun ada persetujuan, itu bukan karena ada keinginan seksual dari istri, melainkan deni kedamaian rumah tangganya. Kharaktristik utama (khusus) tindak pidana pemerkosaan menurut Kadish yaitu: bukan ekspresi agresivitas seksual tetapi ekspresi seksual agresivitas, perwujudan keinginan seks yang dilakukan secra agresif, bersifat menyerang atau memaksa lawan jenis yang dianggap mampu memenuhi kepentingan nafsunya. Adapun karaktristik umum tindak pidana pemerkosaan adalah : Agresivitas yaitu merupkan sifat yang melekat pada setiap tindak pidana pemerkosaan Motivasi kekerasan lebih menonjol dibandingkan dengan motivasi seksual semata – mata. Secara psikologis, tindak pidana pemerkosaan lebih banyak mengandung masalah control dan kebencian disbanding dengan hawa nafsu. Ciri pelaku pemerkosaan, mempresepsi atas korban , mengalami pengalaman buruk khususnya dalam hubungan personal (cinta) terasing dalam pergaulan social, rendah diri, ada ketidak seimbangan emosional. Tindak pidana pemerkosaan secra yuridis sulit dibuktikan (Atmasasmitra, 1997: 110) C. Faktor –faktor penyebab terjadinya perkosaan Perkosaan merupakan kejahatan kesusialan yang bisa disebabkan berbagai faktor, penyebab dapat dipengaruhi oleh kondisi yang mendukung, keberadaan korban yang secara tidak langsung mendorong pelakunya dan bisa jadi unsure-unsur lain . Berbagai faktor itu terkait dengan posisi korban dalam hubungan dengan pelakunya. Artinya sudah ada hubungan terlebih dahulu antara korban dan pelakunya kalaupun ada korban yang tidak pernah terkait dengan pelaku maka persentase sangat kecil. Perkosaan dapatv terjadi karena berbagai macam sebab  Adanya rasa dendam korban (wanita)  Korban sebagai kompensasi persaan tertekan atau setres pelaku atas berbagai permasalahan yang dihadapi  Karena pengaruh rangsangan  Karena keinginan pelaku menyalurkan dorongan seksualnya yang sudah tidak dapat ditahan  Kerena didukung oleh situasi dan kondisi lingkungan pelaku maupun korban yang mungkin terhjadi pemerkosaan. D. Ganti kerugian dan perlindungan korban pemerkosaan Pengertian korban diberikan dalam pembahsan ini untuk menentukan secara jelas batas – batas yang dimaksud dengan pengertian korban sehingga harapannya memperoleh kesamaan pandang. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan / atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. (UU Perlindungan Saksi Dan Korban 2006 : 2). Menurut UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (2004:2) korban adalah orang yang mengalami kekerasan dalam lingkup rumah tangga Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang merugikan Arif Gosita (1989: 63) Menurut muladi (1996: 108) Korban merupakan orang – orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik ataupun mental, emosional, ekonomi, atau ganguan subtansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbutan atau komisi yang melanggar hukum pidana masing-masing Negara termasuk penyalahgunaan kekuasaan. Adapun perlindungan dan ganti kerugian adalah segala pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan adalah LPSK atau lembaga lain yang sesuai dengan ketentuan UU (Undang Undang Perlindungan Saksi Dan Korban 2006 :2) Perlidungan terhadap korban itu dapat diberikan dalam bentuk : 1. Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kompensasi yaitu kerugian yang diberikan oleh Negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarga pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa  Pengembalian harta milik  Pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan :  Pergantian biaya untuk tindakan tertentu. Kompensasi timbul dari permintaan korban dan dibayar oleh masyarakat atau bentuk pertangunggjawaban masyarakat atau Negara (the responsible of the society), sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan poengadilan pidana dan dan dibayar oleh terpidana atau merupakan tanggung jawab terpidana (the responsible of the offender) 2. Konseling pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya dampak negatif yang sifatnya fisikis dari tindak pidana. Pemberian bantuan dalam konseling sangat cocok diberikan kepada korban kejahatan yang menyisakan trauma berkepanjangan, seperti kasus yang menyangkut kesesulian sebgai contoh kasus pemerkosaan yang menimbulkan trauma berkepanjangan pada korban, umumnya korban memnderita secara fisik, social dan fisikis. Selain secara fisik korban juga mengalami tekanan batin karena mereka dirinya merasa berdosa, dan tidak punya masa depan lagi, lebih parah lagi, korban perkosaan memperoleh pengucilan dari masyarakat karena dianggap membawa aib bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. 3. Pelayanan atau bantuan medis Perlindungan ini diberikan kepada korban yang menderita secara medis akibat pemerkosaan. Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan laporan tertulis (visum atau surat keterangan medis yang memilki kekuatan hukum yang sama dengan alat bukti). 4. Bantuan hukum Bantuan hukum merupakan bentuk pendampingan terhadap korban. Perlindungan dalam bentuk bantuan hukum ini diberikan baik secara diminta maupun tidak diminta oleh korban. Hal ini penting, mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran hukum dari sebagian besar korban yang menderita kejahatan ini. Bantuan hukum ini diharapkan dapat meringankan penderitaan korban. 5. Pemberian informasi Pemberian informasi kepada korban atau keluarganya yang berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana yang dialami oleh korban. Pemberian informasi ini penting dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi diharapkan menjadi funsi control masyarakat terhadap kinerja kepolisian dapat berjalan efektif. Berdasarkan pasal 5 (1) UU No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan korban dan saksi, seorang korban berhak: a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluaraga, dan harta benda, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan . b. B. ikut serta dalam prosesememilih dan menentukan bentruk perlindungan dan dukungan keamanan. c. Memberikan keterangan tampa tekanan d. Mendapat penerjemah e. Bebas dari pernyataan yang menjerat f. Mendapatkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kasus g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan , h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan i. Mendapatkan identitas baru j. Memperoleh penggantian biaya transfortasi sesuai dengan kebutuhan . k. Mendapatkan nasehat hukum l. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, korban juga berhak untuk mendapatkan (1). bantuan medis yaitu dalam bentuk kesehatan untuk pemulihan vagina yang sobek, pendarahan yang cukup lama, atau mengalami penyakit yang dikeluarkan oleh pelaku. (2). Bantuan social yaitu dapat berupa bantuan ekonomi (3). Bantuan psikologis yaitu lebi kepada bentuk penyuluhan dan konseling, Dari hak hak diatas ada juga hak – hak umum yang dapat diperoleh korban atau keluarganya, hak – hak tersebut meliputi. 1. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialami 2. Hak untuk mendapat pembinaan dan rehabilitasi 3. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku 4. Hak untuk memperoleh bantuan hukum. 5. Hak untuk memperoleh kembali hak (harta ) yang dimiliki. 6. Hak untukn pelayanan medis 7. Hak untuk memperoleh informasi tentang pelaku 8. Hak atas kebebasan pribadi atau kerahasian peribadi (Didik 2006:53) IV. Kesimpulan  Pemerkosaan meruapakan suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki laki kepada seorang perempuan dengan cara yang menurut moral , hukum, bertentangan dengan Undang Undang dan merenggut hak asasi ,  Kejahatan pemerkosaan bersifat memaksa dan dilakukan dengan ancaman , kekerasan kepada seorang wanita untuk bersetubuh  Ganti kerugian yang diatur dalam KUHAP walaupun sudah sangat banyak detail tetapi bulum bisa memberikan satisfisfaction/ kepusan bagi korban karena penderitaan yang ia rasakan tidak sebanding dengan hukuman yang diberikan, V. Penutup Demikianlah makalah ini kami paparkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami sadar masih bayak kekurangan dalam makalah ini saran dan kritik yang konstuktif kami harapkan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya. DAFTAR PUSATAKA Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan), PT Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia, 2004. hal 222 Undang – Undang No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Undang – Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang-Undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. UU No. 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban

1 komentar: