Minggu, 24 April 2011

ASAS- ASAS DAN SISTEM HUKUM PERDATA

Makalah ini akan membahas mengenai Hukum Perdata Internasional dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasannya. Diantaranya adalah defenisi, sejarah, seumber-sumber Hukum Perdata Internasional dan beberapa hal lagi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan. Pada hakekatnya setiap negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya. Seperti pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional yang nantinya akan dibahas lebih detail.
Permasalahan mengenai keperdataan yang mengkaitkan antara unsur-unsur internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang pesat. Aktor non-negara dan aktor individu mempunyai peran yang sangat dominan. Pada saat sekarang ini berbagai perusahaan-perusahaan multi nasional (Multi National Corporation) baik yang berorientasi pada keuntungan atau yang tidak berorientasi pada keuntungan hilir mudik melintasi batas territorial suatu negara untuk melakukan transaksi perdagangan, kerjasama, memecahkan permasalahan, riset dan berbagai kegiatan lainnya.
Begitu juga dengan aktor individu, mereka-mereka yang mempunyai uang lebih atau ingin mencari uang lebih keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan proses yang begitu cepat. Terjadinya perkawinan dua warga negara yang berbeda, mempunyai keturunan disuatu negara, mempunyai harta warisan dan lain sebagainya. Inilah sebuah konsekwensi dari sebuah globalisasi, tak bisa dihindari, akan tetapi inilah sebuah kebutuhan dan merupakan sifat dasar umat manusia. Masalah-masalah keperdataan diatas diperlukan sebuah wadah untuk dapat menjadi acuan dan rujukan bertindak dari aktor-aktor tersebut. Wadah tersebut diperlukan agar dunia yang ditempati ini tidak didasari dengan hukum rimba, yang kuat menang dan yang lemah akan tersingkir, secara arti luas yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan bertambah miskin. Keperluan-keperuan akan suatu hal untuk mengatur permaslahan-permasalahan diataslah menjadikan hukum tentang keperdataan perlu diatur dalam sutau kerangka kerangka hukum positif.
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman mengenai beberapa hal yang menjadi fokus penulisan makalah, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional
2. Apa saja pembahasan penting yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional

II. Pembahasan
A. Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional
Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata Internasional (HPI). Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang “barbar”, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang diuraikan sebagai berikut:
1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat
2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak
3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan)
4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor
5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum
6) Perkawinan: hukum suami
Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar diselesaikan dengan kaedah HPI.
Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian
Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang. Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut.
B. Defenisi Hukum Perdata Internasional
Menurut Van Brakel dalam buku “Grond en beginselen van nederland internationaal privatrecht” menyatakan bahwa internationaal privatrecht is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven. Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S. Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut:
1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI
2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system)
3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements)
C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional
Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang persoalan yang konkrit dalam bentuk tertulis.
Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan
diperoleh dengan kelahiran, yaitu:
1) Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e)
2) Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h)Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara:
1) Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku
2) Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang
a. Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia
b. Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia
c. Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui
d. Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958
Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional.
Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967), diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa:
1) Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia
2) Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia:
a. Badan hukum menurut hukum Indonesia
b. Berkedudukan di Indonesia
Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI. Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun 1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu“Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka tIndonesia termasuk hak hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha...” ]
1) Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia
2) Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumbar HPI
D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum Internsional adalah sebagai berikut:
1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku
2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa
3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional
4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak
5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional
6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional
Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:
E. Titik Pertalian/ Titik Taut
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS.
Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia, sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh: seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir. Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.
F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai berikut:
1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin
3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda, kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal persatuan hukum..

III. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya.

IV. Penutup
Demikianlah makalah ini kami paparkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami sadar masih bayak kekurangan dalam makalah ini saran dan kritik yang konstuktif kami harapkan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar